PENGADAAN
OBAT DI GUDANG FARMASI
DINAS
KESEHATAN
PENDAHULUAN
Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang
yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu
dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah
diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan yang sangat penting
dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat untuk pelayanan
kesehatan dasar.
Dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah
daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk
Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dengan
segala implikasinya, minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula.
Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih,
sistem pengelolaan obat dan juga sarana baik gedung, compute maupun kendaraan
roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi,
kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif
besar, karena personal terlatih di pindah tugaskan atau sarana diubah
peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan obat
yang telah dibina bertahun-tahun dirubah tidak sesuai
dengan standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada alternatif lain yang
bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi dan
Gudang Farmasi dijadikan satu wadah, sarana
(gedung dsb), personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan
lanjutan bagi petugas terlatih dan sebagainya.
Adanya Otonomi daerah membuka berbagai peluang terjadi
perubahan yang sangat mendasar di masing- masing Kabupaten/Kota dalam
melaksanakan pengelolaan obat.
Pada era sentralisasi, jaminan mutu dilakukan oleh
Badan POM sedangkan pada era desentralisasi jaminan mutu menjadi tanggung jawab Balai
POM. Penjaminan mutu oleh Balai POM ditingkat kabupaten/kota belum
sepenuhnya dilakukan. Monitoring dan supervisi pengelolaan obat dilakukan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota. Dinkes berperan ganda sebagai regulator dan
operator pengelolaan obat sehingga monitoringnya belum sepenuhnya dilakukan.
Diskusi Pemaparan dari Prof. Iwan memicu munculnya tanggapan dari peserta
mengenaiseleksi obat dan peningkatan branded drugs
Proses
pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap
pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan (Quick et al.,
1997). Pengadaan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam
pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis
dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta
dapat diperoleh pada saat yang diperlukan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan yang
merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan obat harus dilaksanakan sebaik
mungkin sehingga obat yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan, tepat
sasaran dan tepat guna. Untuk mendukung hal ini, perencanaan obat secara
terpadu antara obat untuk pelayanan kesehatan dasar dengan obat program
merupakan langkah yang harus dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik.
A.
Pembagian
Tugas Dan Fungsi Gudang Farmasi
Keberadaan Gudang Farmasi
di Kabupaten/Kota yang sifatnya
seragam di seluruh Indonesia
pada dasarnya untuk menjamin
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
khususnya dipelayanan
kesehatan dasar, dapat menjamin ketersediaan
obat
dan aksesibilitas publik terhadap obat. Akan tetapi
organisasi yang seragam
mungkin di era
otonomi daerah dianggap tidak cocok lagi mengingat
masing-masing daerah mempunyai
kebutuhan lokal spesifik yang berbeda antara satu
Kabupaten/Kota dengan yang lainnya. Sehingga
perubahan organisasi
pengelolaan obat banyak dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
Kebutuhan dimaksud
misalnya adalah pengelolaan obat
publik tidak hanya mencakup
pelayanan kesehatan dasar tetapi
termasuk juga pelayanan rujukan.
Disisi lain ada keterbatasan
tenaga apoteker terlatih, sementara ada keinginan terciptanya pengelolaan obat yg efektif dan efisien. Maka pengembangan
organisasi membutuhkan cukup
banyak apoteker dan asisten apoteker. Ditempat lain
mungkin keberadaan Gudang Farmasi
sudah dianggap memadai
untuk mengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan yang ada di wilayahnya.
Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu
melaksanakan pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan
pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan kesehatan,pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan
kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya sesuai dengan petunjuk
Kakandepkes Kabupaten/Kodya.
1. Fungsi Gudang Farmasi di Kabupaten/ Kodya:
a.
Melakukan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan
dan pendistribusian obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
b.
Melakukan penyiapan,penyusunan
rencana,pencatatan dan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat
kesehatan dan perbekalan farmasi.
c.
Melakukan pengamatan mutu dan khasiat obat
secara umum baik yang ada dalam persedian maupun yang didistribusikan.
d.
Melakukan urusan tata usaha keuangan kepegawaian
dan urusan dalam. GFK merupakan titik sentral pengelolaan obat di Daerah
tingkat II. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisien pengelolaan obat
diperlukan adanya koordinasi dengan unit-unit yang terkait langsung antara lain
Pemda Dati II,Dinas Kesehatan Dati II,Kandep Trans,PHB Cabang.
2. Manfaat
Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusiaan dan penggunaan obat. Aspek Pengelolaan
Obat meliputi:
a.
Perencanaan Pengadaan : meliputi kegiatan
penentuan jenis perhitungan dan penetapan jumlah untuk setiap jenis obat yang
akan disediakan dengan metode perhitungan yang akan telah ditetapkan.
b.
Pengadaan : meliputi perencanaan pengadaan,
pelaksanaan pembelian,pemantauan status pesanan, pemeriksaan penerimaan dan
pemeliharaan mutu obat.
c.
Distribusi : meliputi kegiatan pengendaliaan
persediaan, penyimpanan, pengeluaran dan pengiriman obat.
d.
Penggunaan : meliputi peresepan, dispesing dan
penerimaan pasien. Proses perencanaan pengadaan obat di Kabupaten/Kodya diawali
di tingkat Puskesmas dengan menyiapkan dan menyediakan data yang diperlukan dan
selanjutnya dikompilasi menjadi data Kab/Kodya dengan teknik perhitungan yang
telah ditentukan.
3. Dokumen-dokumen/ Formulir yang harus ada di Gudang Farmasi saat terjadi
pengelolaan obat di Dati II sebagai berikut:
a.
Dokumen pada saat perencanaan pengadaan obat.
- Formulir I :Kartu kompilasi pemakaian obat
- Formulir II :Data 10 Penyakit terbesar
- Formulir III :Lembar kerja perencanaan pengadaan obat
- Formulir IV
:Penyesuaian rencana pengadaan obat (untuk semua sumber anggaran)
b.
Dokumen pada saat pengadaan barang.
- Formulir V :Berita acara pemeriksaan penerimaan obat.
- Formulir Va :Lampiran berita acara pemeriksaan penerimaan obat.
- Formulir VI :Buku harian penerimaan obat.
- Formulir VII
:Formulir realisasi pengadaan obat.
c.
Dokumen pada saat penyimpanan barang.
- Formulir VIII :Kartu stok
- Formulir IX :Kartu stok indukd. Dokumen pada saat distribusi obat.
- Formulir X :Kartu rencana distribusi
- Formulir XI :Buku harian pengeluaran obat
- Formulir XII :Lembaran pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO)
- Formulir XIII :Form surat kiriman obate. Dokumen pada saat pencatatan dan
pelaporan.
- Formulir XIV :Laporan mutasi obat
- Formulir XV :Laporan kegiatan distribusi
- Formulir XVI :Berita acara pencacahan akhir tahun anggaran
- Formulir XVIa :Laporan pencacahan obat akhir tahun anggaran
- Formulir XVII :Berita acara pemeriksaan/penelitian obat untuk dihapus
- Formulir
XVIIa : Lampiran laporan berita acara pemeriksaan / penelitian obat untuk
dihapus.
4. Tata cara Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi Kabupaten.
Tahapan Kegiatan Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi
Kabupaten meliputi:
a.
Perencanaan
b.
Pengadaan
c.
Penyimpanan
d.
Distribusi
e.
Pencatatan
f.
Penggunaan
g.
Penghapusan obat
Pengelolaan
obat di gudang farmasi di tingkat kabupaten kota dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan penerimaan,penyimpaan,pemeliharaan,dan pendistribusikan obat,alat
kesehatan dan perbekalan farmasi
2. Melakukan penyimpanan,penyusunan,rencana pencatatan dan pelaporan mengenai
mengenai persediaan dan penggunaan obat,alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
3. Melakukan pengamatan terhadap mutu dan khasiat obat secara umum dan baik
yang ada dalam persediaan maupun yang akan didistribusikan. Melakukan urusan
tata usaha,keuangan,kepegawaian dan urusan dalam.
B. LANDASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
1. Landasan Kebijakan
Untuk mencapai tujuan KONAS ditetapkan landasan kebijakan yang merupakan
penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu :
a.
Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang
tidak tergantikan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini aspek
teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan ekonomi.
b.
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat.
c.
Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan
bertanggung jawab untuk menjamin agar pasien mendapat pengobatan yang rasional.
d.
Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan
dan pengendalian obat, sedangkan pelaku usaha di bidang obat bertanggung jawab
atas mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan dan pengendalian
yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan secara profesional,
bertanggung jawab, independen dan transparan.
e.
Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi
obat yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan.
Pemerintah memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
pengobatan.
2. Strategi
a. Ketersediaan, Pemerataan dan Keterjangkauan Obat Esensial
Akses obat
esensial bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi oleh empat faktor
utama, yaitu penggunaan obat yang rasional, harga yang terjangkau, pendanaan
yang berkelanjutan, dan sistem kesehatan serta sistem penyediaan obat yang
dapat diandalkan. Berdasarkan pola pemikiran di atas ketersediaan, pemerataan,
dan keterjangkauan obat esensial dicapai melalui strategi berikut :
d. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat . Pengawasan dan
pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan
kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud tersebut dilakukan
strategi sebagai berikut :
e. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan oba Pengawasan dan
pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga ke tangan pasien, merupakan
kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk mencapai maksud tersebut dilakukan
strategi sebagai berikut :
C. POKOK-POKOK DAN LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN
1. Sasaran Pembiayaan Obat :
Hal utama
yang menjamin tersedianya obat esensial bagi masyarakat adalah terjaminnya pembiayaan yang memadai secara berkelanjutan.
Penyediaan biaya yang memadai dari pemerintah sangat menentukan ketersediaan
dan keterjangkauan obat esensial oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan obat semakin tidak terjangkau bila sarana pelayanan kesehatan sektor
publik dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah. Salah satu upaya untuk
menjamin pembiayaan obat bagi masyarakat, adalah bila semua anggota masyarakat
dicakup oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional.
2. Langkah Kebijakan :
a.
Penetapan target pembiayaan obat sektor publik
secara nasional (WHO menganjurkan alokasi sebesar minimal US $ 2 per kapita).
b.
Pengembangan mekanisme pemantauan pembiayaan
obat sektor publik di daerah.
c.
Penyediaan anggaran obat untuk program kesehatan
nasional.
d.
Penyediaan anggaran Pemerintah dalam pengadaan
obat buffer stock nasional untuk kepentingan penanggulangan bencana, dan
memenuhi kekurangan obat di kabupaten/kota.
e.
Penyediaan anggaran obat yang cukup yang
dialokasikan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan dari sumber yang lain.
f.
Penerapan skema JKN ? dan sistem jaminan
pemeliharaan kesehatan lainnya harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan
paripurna.
g.
Pembebanan retribusi yang mungkin dikenakan
kepada pasien di Puskesmas harus dikembalikan sepenuhnya untuk pelayanan
kesehatan termasuk untuk penyediaan obat.
h. Penerimaan bantuan obat dari donor untuk menghadapai keadaan darurat,
sifatnya hanya sebagai pelengkap. Mekanisme penerimaan obat bantuan harus
mengikuti kaidah internasional maupun ketentuan dalam negeri.
D.
KETERSEDIAAN DAN PEMERATAAN OBAT
1. Sasaran
Obat yang
dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, terutama obat esensial senantiasa
tersedia. Ketersediaan dan pemerataan peredaran obat, terutama obat esensial
secara nasional harus dijamin oleh pemerintah. Kemandirian tidak mungkin
dicapai dalam pasar yang mengglobal. Pemerintah perlu memberi kemudahan pada
industri lokal yang layak teknis dan yang dapat menunjang perekomian nasional
melalui berbagai upaya dan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Sementara itu
efisiensi dan efektivitas sistem distribusi perlu ditingkatkan terus untuk
menunjang ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat yang berkelanjutan.
Sarana dan prasarana yang telah dikembangkan pada waktu yang lalu seperti
Gudang Farmasi Kabupaten/Kota perlu direvitalisasi guna menunjang ketersediaan,
keterjangkauan dan pemerataan obat.
2. Langkah Kebijakan :
a.
Pemberian insentif kepada industri obat jadi dan
bahan baku dalam negeri tanpa menyimpang dari dan dengan memanfaatkan peluang
yang ada dalam perjanjian.
b.
Peningkatan ekspor obat untuk mencapai skala
produksi yang lebih ekonomis untuk menunjang perkembangan ekonomi nasional.
Pemerintah mengupayakan pengakuan internasional atas sertifikasi nasional,
serta memfasilitasi proses sertifikasi internasional.
c.
Peningkatan kerjasama regional, baik sektor
publik maupun sektor swasta, dalam rangka perdagangan obat internasional untuk
pengembangan produksi dalam negeri.
d.
Pengembangan dan produksi fitofarmaka dari
sumber daya alam Indonesia sesuai dengan kriteria khasiat dan keamanan obat.
e.
Peningkatan efektivitas dan efisiensi distribusi
obat melalui regulasi yang tepat untuk ketersediaan, keterjangkauan dan
pemerataan peredaran obat.
f.
Peningkatan pelayanan kefarmasian melalui
peningkatan profesionalisme tenaga farmasi sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku.
g.
Pemberian insentif untuk pelayanan obat di
daerah terpencil.
h. Pengembangan mekanisme pemantauan ketersediaan obat esensial dan
langkah-langkah perbaikan.
i.
Ketersediaan obat sektor publik:
j. Penyediaan obat dalam keadaan darurat
k. Penyediaan obat di daerah terpencil, perbatasan, dan rawan bencana serta
orphan drug diatur secara khusus oleh pemerintah.
E.
KETERJANGKAUAN
1. Sasaran
Harga obat terutama obat esensial terjangkau oleh masyarakat. Upaya untuk
keterjangkauan atau akses obat di upayakan dari dua arah, yaitu dari arah
permintaan pasar dan dari arah pemasok. Dari arah permintaan diupayakan melalui
penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generik. Penerapan Konsep
Obat Esensial dan penggunaan obat generic dilakukan melalui berbagai upaya,
antara lain promosi penggunaan obat generik di setiap tingkat pelayanan
kesehatan, pengaturan, pengelolaan obat di sektor publik.
Sementara
itu penerapan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat meningkatkan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial bagi masyarakat. Oleh karena itu
penerapan JKN harus terus diupayakan semaksimal mungkin. Untuk mendapatkan
harga yang lebih terjangkau di sektor publik, di lakukan melalui pengadaan
dalam jumlah besar atau pengadaan bersama. Dari segi pasokan ditempuh berbagai
upaya, antara lain dengan penyusunan kebijakan mengenai harga obat, terutama
obat esensial dan pengembangan sistem informasi harga serta menghindarkan
adanya monopoli. Oleh karena akses terhadap obat esensial merupakan salah satu
hak asasi manusia, maka obat esensial selayaknya
dibebaskan dari pajak dan bea masuk.
2. Langkah Kebijakan :
a. Peningkatan penerapan Konsep Obat Esensial dan Program Obat Generik:
b. Pelaksanaan evaluasi harga secara periodik dalam rangka mengambil langkah
kebijakan mengenai harga obat esensial dengan :
c. Pemanfaatan pendekatan farmako-ekonomik di unit pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi.
d. Melaksanakan lisensi wajib obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku.
e. Pengembangan sistem informasi harga obat.
f. Pengembangan sistem pengadaan obat sektor publik yang efektif dan efisien.
g. Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat esensial.
h. Pengaturan harga obat esensial untuk menjamin keterjangkauan harga obat.
F.
PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL
1. Sasaran
Penggunaan
obat dalam jenis, bentuk sediaan, dosis dan jumlah yang tepat dan disertai
informasi yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan. Penggunaan obat yang
rasional merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang baik. Pada umumnya penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan belum
rasional. Untuk mengatasi permasalahan penggunaan obat yang tidak rasional
perlu dilakukan pemantauan penggunaan obat agar dapat diketahui tipe
ketidakrasionalan, besarnya permasalahan, penyebab penggunaan obat yang tidak
rasional, agar dapat dipilih strategi yang tepat, efektif, dan layak untuk
dilaksanakan.
Upaya
penggunaan obat secara rasional harus dilaksanakan secara sistematis di semua
tingkat pelayanan kesehatan dengan menggunakan strategi yang telah terbukti
berhasil.
2. Langkah Kebijakan :
a. Penyusunan pedoman terapi standar berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang di
revisi secara berkala.
b. Pemilihan obat dengan acuan utama DOEN.
c. Pembentukan dan atau Pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi di rumah sakit.
d. Pembelajaran farmakoterapi berbasis klinis dalam kurikulum S1 tenaga
kesehatan.
e. Pendidikan berkelanjutan sebagai persyaratan pemberian izin menjalankan
kegiatan profesi.
f. Pengawasan, audit dan umpan balik dalam penggunaan obat.
G.
PENGAWASAN OBAT
1. Sasaran
- Obat yang beredar harus memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu.
- Masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
Pengawasan obat merupakan tugas yang kompleks yang melibatkan berbagai
pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga pemerintah untuk melakukan
pengawasan, antara lain adanya dasar hukum, sumber daya manusia dan sumber daya
keuangan yang memadai, akses terhadap ahli, hubungan internasional,
laboratorium pemeriksaan mutu yang terakreditasi, independen, dan transparan.
Sasaran pengawasan mencakup aspek keamanan, khasiat, dan mutu serta
keabsahan obat dalam rangka melindungi masyarakat terhadap penyalahgunaan dan
salah penggunaan obat sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan, informasi dan
edukasi masyarakat yang harus ditangani secara lintas sektor dan lintas
program.
2. Langkah Kebijakan :
a. Penilaian dan pendaftaran obat
b.
Penyusunan dan penerapan standar produk dan
sistim mutu
c.
Perizinan dan sertifikasi sarana produksi dan
distribusi
d.
Inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi
e.
Pengujian mutu dengan laboratorium yang
terakreditasi.
f.
Pemantauan promosi obat
g.
Surveilans dan vijilan paska pemasaran
h. Penilaian kembali terhadap obat yang beredar.
i.
Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat
serta pengembangan tenaga dalam jumlah dan mutu sesuai dengan standar
kompetensi.
j.
Pembentukan Pusat Informasi Obat di pusat dan
daerah untuk intensifikasi penyebaran informasi obat.
k.
Peningkatan kerjasama regional maupun
internasional
l.
Pengawasan obat palsu dan obat seludupan (tidak
absah).
m. Pengembangan peran serta masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dari
obat yang tidak memenuhi syarat, obat palsu, dan obat ilegal melalui upaya
komunikasi, informasi, dan edukasi.
H.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
1. Sasaran
Menunjang
penerapan KONAS melalui pembentukan mekanisme pemantauan dan evaluasi kinerja
serta dampak kebijakan, guna mengetahui hambatan dan penetapan strategi yang
efektif. Penerapan KONAS memerlukan pemantauan dan evaluasi secara berkala. Hal
ini penting untuk melakukan antisipasi atau koreksi terhadap perubahan
lingkungan dan perkembangan yang begitu kompleks dan cepat yang terjadi di
masyarakat. Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan bagian tidak terpisahkan
dari kegiatan pengembangan kebijakan. Dari pemantauan kebijakan akan dapat
dilakukan koreksi yang dibutuhkan.
Sedangkan
evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang
penyelenggaraan, melaporkan luaran (output), mengukur dampak (outcome),
mengevaluasi pengaruh (impact) pada kelompok sasaran, memberikan rekomendasi
dan penyempurnaan kebijakan.
2. Langkah Kebijakan
a. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, paling lama setiap 5
tahun.
b. Pelaksanaan dan indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat
bekerjasama dengan WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan
negara lain.
c. Pemanfaatan hasil pemantauan dan evaluasi untuk :
- Tindak lanjut berupa penyesuaian kebijakan, baik penyesuaian pilihan
kebijakan maupun penetapan prioritas.
- Negosiasi dengan instansi terkait.
- Bahan pembahasan dengan berbagai badan internasional maupun donor luar
negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar